Beranda | Artikel
Bidah Pada Kelompok Jahmiyah
Rabu, 14 April 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Bid’ah Pada Kelompok Jahmiyah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 22 Sya’ban 1442 H / 05 April 2021 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Bid’ah Pada Kelompok Jahmiyah

Salah satu tipu daya iblis terhadap ahli bid’ah adalah menggelincirkan mereka di dalam bab iman kepada nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebelumnya kita sudah jelaskan bagaimana langkah-langkah setan menyeret manusia dari bid’ah yang satu kepada bid’ah yang lainnya. Tidak akan berhenti kecuali kembali kepada sunnah.

Apabila tidak ditinggalkan, maka akan terus melahirkan bid’ah yang baru lagi, dan terus bergulir tidak ada henti. Setiap generasi membawa satu pemikiran/interpretasi yang baru terhadap agama. Hal ini karena menyimpangnya dalam masalah ushul (prinsip dasar) yang menyebabkan tidak akan bertemu dengan sunnah. Maka seorang yang mendalami prinsip-prinsip bid’ah di dalam agama tidak akan mungkin dia jadi Ahlus Sunnah.

Salah satu bab agama yang juga diselewengkan oleh ahli bid’ah adalah di dalam bab asma’ wa shifat. Tentunya ini penyimpangan yang lebih berat daripada penyimpangan-penyimpangan sebelumnya. Manusia mulai membicarakan perkara-perkara yang sangat fundamental dalam agama, yaitu tentang ketuhanan, tentang Rabb, tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu tentang nama dan sifat-sifatNya.

Setelah Khawarij sebagai bid’ah pertama yang muncul di tubuh umat ini membicarakan tentang manusia/makhluk, yaitu status pelaku dosa besar yang itu terus bergulir hingga menghalalkan darah. Mulailah manusia membicarakan perkara yang berkaitan dengan Tuhan, mulai dari perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu takdir. Mereka mulai mengatur bahwa ini boleh dilakukan oleh Allah sedangkan ini tidak boleh dilakukan oleh Allah.

Ahlus Sunnah meyakni bahwa tidak ada satupun kejadian di alam semesta ini yang luput dari ilmu Allah, Allah tahu segalanya sebelum, ketika dan sesudah semua itu terjadi. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki semuanya (sebelum, ketika dan sesudah). Dan Allah yang menciptakan segalanya itu.

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan.” (QS. As-Saffat[37]: 96)

Mulailah manusia mengatur ini sah dinisbatkan kepada Allah, ini tidak sah dinisbatkan kepada Allah. Keburukan tidak sah dinisbatkan kepada Allah, kebaikan boleh dinisbatkan kepada Allah. Lalu mereka mengeluarkan perkara-perkara yang menurut mereka tidak sah dinisbatkan kepada Allah ini dari kehendak dan ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berawal dari penafian ilmu Allah terhadap perkara yang menurut mereka tidak layak dinisbatkan kepada Allah, sampai akhirnya ada yang menetapkan dua pencipta; pencipta kebaikan dan pencipta keburukan. Bahwa yang menciptakan keburukan itu bukan Allah, tapi iblis. Ini tentunya sangat mirip dengan keyakinan majusi yang mengatakan ada Tuhan kegelapan dan Tuhan cahaya.

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada bab asma’ wa shifat

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam bab asma’ dan sifat adalah menetapkan nama dan sifat yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an ataupun yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits-hadits beliau yang shahih tanpa takwil (menyelewengkan makna), tanpa ta’thil (menafikan kandungannya), tanpa tasybih (menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk), dan tanpa takyif (menanyakan bagaimana sifat itu).

Ini aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di dalam bab asma’ wa shifat yang paling ilmiyah, paling bijaksana dan paling selamat. Ini dijabarkan oleh para ulama-ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari masa ke masa. Dan tidak ada satupun buku ushuluddin yang dikarang oleh para ulama-ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah melainkan mereka akan menyebutkan kaedah ini di dalam buku-buku tersebut.

Ini dikumpulkan oleh Al-Imam Al-Lalika’i di dalam kitab beliau Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Intinya satu, semua imam madzab memiliki aqidah yang sama di dalam bab ini. Yaitu menetapkan sifat-sifat Allah yang Allah sebutkan di dalam kitabNya dan juga disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam hadits-hadits beliau tanpa takwil, tanpa takyif, tanpa ta’thil, dan tanpa tamtsil.

Seperti yang dirumuskan oleh Al-Imam Malik Rahimahullah ketika beliau ditanya tentang bagaimana istiwa’, beliau mengatakan:

الاستواء معلوم والكيف مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة

“Istiwa’ itu maklum (dipahami) secara bahasa Arab, tidak diketahui kaifiyatnya, mengimaninya adalah satu kewajiban, dan bertanya tentang kaifiyatnya adalah bid’ah.”

Kita tidak diperintahkan untuk mencari tahu bagaimana kaifiyatnya, karena itu tidak akan bisa dicapai oleh akal manusia. Dan jika seseorang berusaha untuk menanyakan terus kaifiyatnya, maka dia akan berujung kepada ta’thil (penafian) sifat itu.

Maka tidaklah seorang yang menafikan sifat Allah melainkan sebelumnya dia menyamakan sifat Allah itu dengan makhluk. Seperti yang terjadi pada kelompok Jahmiyah ini, mereka menafikan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena mereka menganggap sifat itu sama dengan sifat makhluk.

Di antaranya Mu’tazilah yang menafikan rahmah (kasih sayang). Karena kasih sayang itu menurut mereka adalah lunak dan lembeknya hati. Ketika menurut logika mereka mustahil atas Allah, maka mereka menafikan itu. Maka di kalangan Mu’tazilah ada yang mereka sebut sebagai dengan istilah “sifat-sifat wajib (harus ada) pada Allah”, ini ditetapkan bukan menurut dalil, tapi menurut logika.

Kemudian ada sifat mustahil yang wajib dinafikan, bukan berdasarkan dalil, tapi akal memustahilkan sifat itu pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini yang terjadi pada kelompok-kelompok Jahmiyah ini.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50092-bidah-pada-kelompok-jahmiyah/